Senin, 12 Juni 2023

Hukum Dagang : pengertian, sejarah, sumber hukum, dan ruang lingkupnya






Pengertian Hukum Dagang
    Hukum Dagang adalah cabang hukum yang mengatur aktivitas bisnis dan perdagangan antara individu, perusahaan, dan entitas bisnis lainnya. Hukum ini mencakup peraturan yang mengatur pembentukan perusahaan, kontrak bisnis, transaksi jual beli, pembiayaan bisnis, perlindungan konsumen, kepailitan, dan regulasi pasar dan persaingan usaha.

Sejarah Hukum Dagang
    Sejarah hukum dagang dapat ditelusuri kembali ke masa kuno ketika masyarakat mulai melakukan kegiatan perdagangan. Hukum dagang telah ada sejak zaman Babilonia kuno, Mesir, Yunani, dan Romawi. Di Eropa, perkembangan perdagangan di masa Renaisans dan era penjelajahan juga mempengaruhi perkembangan hukum dagang.
    Perkembangan hukum dagang modern banyak dipengaruhi oleh revolusi industri pada abad ke-18 dan ke-19. Pertumbuhan perdagangan global dan industri yang semakin kompleks memerlukan regulasi hukum yang lebih rinci. Hal ini mengarah pada perkembangan hukum dagang modern yang mengatur kegiatan bisnis di tingkat nasional dan internasional.

Sumber Hukum Dagang
Sumber hukum dagang dapat bervariasi tergantung pada yurisdiksi hukum negara tertentu. Beberapa sumber hukum dagang umum meliputi:

  1. Undang-Undang dan Peraturan: Hukum dagang biasanya didasarkan pada undang-undang dan peraturan yang dikeluarkan oleh badan legislatif dan otoritas pemerintah terkait. Undang-undang dagang mengatur aspek-aspek seperti pendirian perusahaan, kontrak, persaingan usaha, perlindungan konsumen, dan lain-lain.
  2. Putusan Pengadilan: Putusan pengadilan dalam sengketa bisnis dan perdagangan menjadi sumber penting dalam pengembangan hukum dagang. Putusan pengadilan menciptakan preseden hukum yang dapat dijadikan acuan dalam kasus serupa di masa depan.
  3. Doktrin Hukum: Pendapat para sarjana hukum, ahli akademik, dan pakar hukum dalam bidang hukum dagang juga menjadi sumber penting. Mereka memberikan interpretasi, analisis, dan pendapat tentang aspek-aspek hukum dagang tertentu.

Ruang Lingkup Hukum Dagang
Ruang lingkup hukum dagang meliputi berbagai aspek bisnis dan perdagangan, antara lain:

  1. Pembentukan Perusahaan: Hukum dagang mengatur pembentukan, struktur, dan operasional perusahaan, termasuk perusahaan perseorangan, perusahaan persekutuan, dan perusahaan terbatas.
  2. Kontrak Bisnis: Hukum dagang mengatur pembentukan, penafsiran, dan pelaksanaan kontrak bisnis. Ini mencakup berbagai jenis kontrak, seperti kontrak penjualan, kontrak jasa, kontrak sewa, dan lain-lain.
  3. Transaksi Jual Beli: Hukum dagang mengatur transaksi jual beli barang dan jasa, termasuk transfer kepemilikan, pembayaran, pengiriman, dan pemenuhan kewajiban.
  4. Perlindungan Konsumen: Hukum dagang memiliki peraturan yang melindungi konsumen dari praktik bisnis yang tidak adil atau menipu. Ini termasuk persyaratan label produk, praktik pemasaran yang jujur, dan penyelesaian sengketa konsumen.
  5. Pembiayaan Bisnis: Hukum dagang mencakup peraturan tentang pembiayaan bisnis, seperti kredit, hipotek, jaminan, dan transaksi keuangan lainnya.
  6. Kepailitan: Hukum dagang memiliki ketentuan tentang kepailitan dan reorganisasi bisnis ketika perusahaan mengalami kesulitan keuangan. Ini mencakup prosedur kepailitan, likuidasi aset, dan pembayaran hutang kepada kreditor.
  7. Regulasi Pasar dan Persaingan Usaha: Hukum dagang juga mengatur regulasi pasar dan persaingan usaha untuk mencegah praktik monopoli, kartel, dan praktik bisnis yang merugikan persaingan sehat.

Minggu, 11 Juni 2023

Hukum Internasional


    Hukum internasional adalah sistem aturan dan prinsip yang mengatur hubungan antara negara-negara di tingkat global. Ini adalah cabang hukum yang mempertimbangkan hak dan kewajiban negara-negara dalam interaksi mereka di berbagai bidang, termasuk perdagangan, keamanan, lingkungan, hak asasi manusia, perjanjian, konflik bersenjata, dan lainnya

    Prinsip utama dalam hukum internasional adalah kedaulatan negara. Ini berarti bahwa setiap negara memiliki hak untuk mengatur urusannya sendiri tanpa campur tangan dari negara lain. Namun, dalam praktiknya, ada ketergantungan dan interaksi antara negara-negara yang memerlukan kerja sama dan pemahaman bersama.

    Hukum internasional terdiri dari sumber-sumber yang berbeda. Sumber primer adalah perjanjian internasional, yang dapat berupa traktat, perjanjian, atau konvensi yang ditandatangani oleh negara-negara dan mengikat mereka. Contohnya adalah Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang merupakan dasar hukum internasional utama.

    Sumber lainnya termasuk kebiasaan internasional, yaitu praktik yang diterima oleh negara-negara dan dianggap sebagai hukum yang berlaku. Putusan pengadilan internasional juga menjadi sumber hukum internasional, di mana pengadilan internasional, seperti Mahkamah Internasional, memberikan putusan yang mengikat negara-negara.

    Hukum internasional juga mencakup prinsip-prinsip umum, seperti larangan penggunaan kekuatan secara ilegal, prinsip non-intervensi, perlindungan hak asasi manusia, dan penyelesaian damai sengketa antara negara-negara. Salah satu aspek penting dalam hukum internasional adalah penyelesaian sengketa. Ada berbagai metode penyelesaian sengketa, termasuk negosiasi, mediasi, arbitrase, dan pengadilan internasional. Tujuan utama penyelesaian sengketa adalah untuk mencapai perdamaian dan keadilan antara negara-negara yang terlibat.

    Hukum internasional juga berkaitan dengan organisasi internasional, seperti PBB, Organisasi Perdagangan Dunia (WTO), dan organisasi regional lainnya. Organisasi-organisasi ini berperan dalam mempromosikan kerja sama, perdamaian, dan keamanan antara negara-negara, serta melaksanakan prinsip-prinsip dan perjanjian hukum internasional.

    Dalam era globalisasi, hukum internasional semakin penting dalam menjaga hubungan antara negara-negara dan menangani tantangan global seperti perubahan iklim, perdagangan internasional, migrasi, dan kejahatan lintas batas. Hukum internasional berfungsi sebagai kerangka kerja yang memfasilitasi kerja sama, mengatur perilaku negara-negara, dan menjaga perdamaian dan keadilan di tingkat internasional.

Jumat, 09 Juni 2023

Sistem Pemilu



    Sistem pemilu proporsional terbuka dan tertutup adalah dua metode yang digunakan dalam pemilihan umum untuk menentukan alokasi kursi parlemen atau badan legislatif berdasarkan perolehan suara partai politik. Keduanya memiliki perbedaan dalam hal mekanisme pemilihan dan transparansi dalam penentuan calon terpilih. Berikut adalah penjelasan mengenai kedua sistem tersebut:

  1. Sistem Pemilu Proporsional Tertutup:
    Sistem pemilu proporsional tertutup adalah metode di mana pemilih memilih partai politik, dan partai politik yang mendapatkan suara akan menentukan urutan calon yang akan menduduki kursi parlemen. Dalam sistem ini, partai politik menentukan daftar calon dalam urutan tertentu sebelum pemilihan, dan urutan ini tetap tidak berubah berdasarkan preferensi pemilih. Partai politik memiliki kontrol penuh atas urutan calon yang akan menduduki kursi parlemen berdasarkan perolehan suara yang diperoleh partai tersebut.

Keuntungan dari sistem pemilu proporsional tertutup adalah stabilitas dan kepastian bagi partai politik. Partai politik dapat merencanakan komposisi anggota parlemen mereka dan memiliki kontrol atas calon yang akan mewakili partai tersebut. Namun, sistem ini juga memiliki kelemahan dalam hal kurangnya transparansi dalam penentuan calon terpilih. Pemilih tidak memiliki pengaruh langsung dalam memilih calon yang akan mewakili partai politik tertentu.

  1. Sistem Pemilu Proporsional Terbuka:
    Sistem pemilu proporsional terbuka adalah metode di mana pemilih memilih baik partai politik maupun calon dari partai tersebut. Dalam sistem ini, pemilih memiliki kebebasan untuk memilih partai politik dan juga calon yang mereka pilih. Setelah pemilihan, alokasi kursi parlemen dilakukan berdasarkan perolehan suara partai politik. Calon yang mendapatkan suara tertinggi dalam partai politik tersebut akan menduduki kursi parlemen.

Keuntungan dari sistem pemilu proporsional terbuka adalah bahwa pemilih memiliki kebebasan untuk memilih calon spesifik yang mereka inginkan. Hal ini meningkatkan keterhubungan antara pemilih dan perwakilan yang terpilih. Sistem ini juga lebih transparan karena calon yang terpilih tergantung pada dukungan langsung dari pemilih. Namun, sistem ini juga dapat menghasilkan fragmentasi suara, di mana perolehan suara partai politik tertentu terpecah-belah di antara calon-calonnya.

Kedua sistem ini memiliki implikasi yang berbeda dalam konteks perwakilan politik. Sistem pemilu proporsional tertutup memberikan partai politik kontrol penuh dalam penentuan calon terpilih, sementara sistem pemilu proporsional terbuka memberikan pemilih lebih banyak kebebasan dalam memilih calon. Pemilihan sistem pemilu yang tepat harus mempertimbangkan kebutuhan dan konteks politik dari suatu negara, serta memperhatikan aspek-aspek seperti stabilitas politik, keterwakilan yang adil, dan partisipasi publik.


Rabu, 07 Juni 2023

Fungsi dan Sifat Pengangkutan




Fungsi dan Sifat Pengangkutan

    Fungsi pengangkutan adalah sangat penting sekali dalam kehidupan masyarakat, terutama dalam perdagangan, mengingat kegiatan pengangkutan merupakan sarana memindahkan barang dari produsen ke agen atau grosir dan selanjutnya samapi ke konsumen dalam hal angkutan barang. 
    Sedangkan untuk pengangkuta prnumpang (orang), maka pengangkutan berfungsi untuk memindahkan penumpang dari suatu tempat ke tempat lain yang menjadi tujuan. Dengan jasa pengangkutan barang atau penumpang dapat berpindah-pindah dari tempat asal ke tempat tujuan. Fungsi pengangkutan itu adalah dengan dilakukannya kegiatan pengangkutan itu maka barang atau benda yang diangkut itu akan meningkatkan daya guna maupun nilai ekonomisnya. 
    Sifat-sifat pengangkutan menurut Pasal 1601 – Pasal 1604 KUHPerdata. Dapat dikemukakan bahwa pemborong merupakan redaksi Pasal 1601 sendiri, pihak pemborong harus menciptakan sesuatu tertentu (een bepaald werks tot stand to brengen) bagi pihak yang memborong (aanbesteder), jadi sebuah benda baru (gedung, jalan kereta api, dan sebagainya) yang tadinya belum ada,kenyataannya sukar dapat  dipergunakan pada pengangkutan, sama sekali tidak diperjanjikan perwujudan benda baru, melainkan pengangkut yang baik akan sekeras-kerasnya berusaha supaya benda muatan yang dipercayakan kepadanya secara utuh dan lengkap, tidak berubah atau tidak rusak sampai tempat tujuan.
    Pada umumnya hubungan hukum antara pengangkut dengan pihak memakainya itu adalah bermacam-macam yaitu sama tinggi, sama rendah ataukedua belah pihak adalah gecoordineerd. Tidak  ada imbangan majikan terhadap buruh atau imbangan gesubordineerd pada hubungan hukum antara pemakai pengangkutan dan pengangkut.
    Karena sifat perjanjian pengangkutan adalah sebuah perjanjian untuk melakukan pelayanan berkala (een overeenkomsetot het verrichten van enkelen diensten). Sesuai dengan Pasal 1601 KUHPerdata, dalam bahasan ini sifat pengangkutan memindahkan barang dari tempat yang satu ketempat yang lain dengan mengharapkan upah dari usahanya, dan proses yang dilakukan secara berkala tidak seperti majikan dan pembantu yang secara terus menerus.

Tanggung Jawab Dalam Hukum Pengangkutan
    Pengusaha pengangkutan bertanggung jawab atas keselamatan barang, kelambatan datangnya barang, kerusakan dan kehilangan barang yang diangkut dengan demikian posisi pengusaha pengangkutan sama dengan pengangkutan yang dimaksud dalam Pasal 91 KUHD yang berbunyi: “Pengangkut harus menanggung segala kerusakan yang terjadi pada barang-barang angkutan lainnya setelah barang itu mereka terima untuk diangkut, kecuali kerusakan kerusakan yang diakibatkan karena suatu cacat pada barang itu sendiri karena keadaan yang memaksa atau karena kesalahan atau kelupaan si pengirim”.
    Tanggung jawab dalam hukum pengangkutan diatur dalam Pasal 1236 KUHPerdata menyatakan : “Pengangkut wajib mengganti biaya, rugi dan bunga yang layak harus diterima bila ia tidak menyerahkan atau tidak merawat sepantasnya untuk menyelamatkan barang-barang angkutan”. Pasal 438 ayat 3 KUHD menyatakan : “Ia bertanggung jawab atas perbuatan dari mereka, yang dikerjakannya dan untuk segala benda yang dipakainya dalam menyelenggarakan pengangkutan tersebut”.
Dalam hukum pengangkutan dikenal tiga prinsip tanggung jawan yaitu : tanggung jawab karena kesalahan, tanggung jawab karena praduga, dan tanggung jawab mutlak.
1. Tanggung Jawab Karena Kesalahan (foult liability)
    Menurut prinsip ini, setiap pengangkut yang melakukan kesalahan dan penyelenggaran pengangkutan harus bertanggung jawab membayarsegala kerugian yang timbul akibat kesalahannya. Pihal yang menderita yang menderita kerugian wajib membuktikan kesalahan pengangkut. Beban pembuktian ada pada pihak yang dirugikan bukan pada pihak pengangkut. Prinsip ini diatur dalam Pasal 1365 KUHPerdata tentang perbuatan melawan hukum sebagai aturan umum. Sedangkan aturan khusus ditentukan dalam undang-undang yang mengatur masing-masing jenis pengangkutan. Pengertian kerugian yang diderita oleh pengguna jasa tidak termasuk keuntungan yang diperoleh ataupun biaya pelayanan yang sudah dinikmati.
2. Tanggung Jawab Karena Praduga (presmption liability)
    Menurut prinsip ini, pengangkut dianggap selalu bertanggung jawab atas segala kerugian yang timbul dari pengangkut yang diselenggarakan. Tetapi jika pengangkut dapat membuktikan bahwa dia tidak bersalah, maka dia dibebaskan dari tanggung jawabmembayar ganti rugi. Yang dimaksud “tidak bersalah” yaitu tidak melakukan kelalaian, telah berupaya melakukan tindakan yang perlu untuk menghindari kerugian atau peristiwa yang menimbulkan kerugian itu tidak mungkin dihindari.
    KUHD juga menganut prinsip tanggung jawab karena praduga. Hal ini dapat dipahami dalam Pasal 468 ayat 2 KUHD yang menentukan bahwa barang yang diangkut itu tidak diserahkan sebagian atau seluruhnya atau rusaknya, pengangkut bertanggung jawab mengganti kerugian kepada pengirim kecuali jika ia dapat membuktikan bahwa tidak diserahkan sebagai atau seluruh atau rusaknya barang itu karena peristiwa yang tidak dapat dicegah atau tidak dapat dihindari.
3. Tanggung Jawab Mutlak (absolute liability)
    Menurut prinsip ini, pengangkut harus bertanggung jawab atas setiap kerugian yang timbul dalam pengangkutan yang diselenggarakannya tanpa keharusan pembuktian ada tidaknya kesalahan pengangkut. Prinsip ini tidak mengenal beban pembuktian unsur kesalahan tak perlu dipersoalkan. Pengangkut tidak mungkin bebas dari tanggung jawab dengan alasan apapun yang menimbulkan kerugian itu. Prinsip ini dapat dirumuskan dengan kalimat pengangkut bertanggung jawab atas setiap kerugian yang timbul karena peristiwa apapun dalam menyelenggarakan pengangkutan.
    Dalam perundang-undangan mengenai pengangkutan ternyata prinsip tanggung jawab mutlak diatur. Hal ini tidak diatur mungkin karena alasan bahwa pengangkut berusaha di bidang jasa angkutan tidak perlu dibebani dengan resiko yang terlalu berat. Namun tidak berarti bahwa pihak-pihak tidak boleh saja menjanjikan penggunaan prinsip ini untuk kepentingan praktis penyelesaian tanggung jawab, berdasarkan asas kebebasan berkontrak. Jika prinsip itu digunakan maka di dalam perjanjian pengangkutan harus dinyatakan dengan tegas, misalnya pada dokumen pengangkutan. 
    Pengusaha angkutan umum bertanggungjawab atas kerugian yang diderita oleh penumpang, dan pengirim barang karena kelalaiannya dalam melaksanakan pelayanan angkutan (Pasal 45 ayat 1) UULAJR. Dalam pelaksaan angkutan, keselamatan penumpang atau barang yang diangkut pada dasarnya berada dalam tanggung jawab pengusaha angkutan. Dengan demikian, sudah sepatutnya apabila kepada pengusaha angkutan dibebankan tanggung jawab terhadap setiap kerugian yang di derita oleh penumpang atau pengirim barang yang timbul karena pengangkutan yang dilakukannya.
    Tanggung jawab pengusaha angkutan umum terhadap pemilik barang(pengirim) dimulai sejak barang diterima untuk diangkut sampai diserahkannya barang kepada pengirim atau penerima (Pasal 46 ayat 3 dan 4 UULAJR). Besarnya ganti rugi adalah sebesar kerugian yang secara nyata ini adalah ketentuan undang-undang yang tidak boleh disimpangi oleh pengangkut melalui ketentuan perjanjian yang menguntungkannya karena ketentuan ini bersifat memaksa (dwingendrecht). Tidak termasuk dalam pengertian kerugian secara nyata diderita dantara lain:
1. Keuntungan yang diharapkan dapat terpenuhi.
2. Biaya atas layanan yang telah dinikmati.

Perjanjian Pengangkutan dan Hak serta Kewajiban Para Pihak
Pada pokok bahasan ini penulis akan menguraikan dua konsep yaitu mengenai perjanjian pengangkutan dan konsep mengenai hak dan kewajiban para pihak dalam angkutan darat.
1. Perjanjian Pengangkutan
    Untuk menyelenggarakan pengangkutan, maka terlebih dahulu ada perjanjian antara pengangkut dan pengirim, perjanjian pengangkutan adalah persetujuan dimana pengangkut mengikatkan diri untuk menyelenggarakan pengangkutan penumpang atau barang dari suatu tempat ke tempat tujuan tertentu dengan selamat dan pengirim mengikatkan diri untuk membayar biaya angkutan.
    Perjanjian pengangkutan selalu digunakan secara lisan tetap didukung oleh dokumen pengangkutan yang membuktikan bahwa perjanjian sudah terjadi. Dalam perjanjian pengangkutan, kedudukan para pihak yaitu pengirim dan pengangkut sama tinggi, yakni tidak seperti dalam perjanjian perburuhan, dimana para pihak tidak sama tinggi, yakni majikan mempunyai kedudukan lebih tinggi dari pada buruh. Kedudukan para pihak dalam perjanjian perburuhan ini disebut kedudukan subordinasi (gesubordineerd), sedangkan kedudukan para pihak dalam perjanjian pengangkutan adalah sama tinggi atau kedudukan koordinasi(gecoordineerd).
    Dalam melaksanakan perjanjian pengangkutan, hubungan kerja anatara pengirim dan pengangkut tidak harus terus menerus, tetapi hanya kadang kala, jika pengirim membutuhkan pengangkutan untuk mengirim barang. Hubungan semacam ini disebut “pelayanan berkala” sebab pelayanan ini tidak bersifat tetap, hanya kadang kala saja, bila pengirim membutuhkan pengangkutan, perjanjian berkala ini diatur dalam Pasal 1601 KUHPerdata.
    Dalam undang-undang ditentukan bahwa pengangkut baru diselenggarakan setelah biaya. Angkutan dibayar terlebih dahulu, tetapi disamping ketentuan undang-undang juga berlaku kebiasaan masyarakat yang dapat membayar biaya angkutan, kemudian perjanjian pengangkutan biasanya meliputi kegiatan pengangkutan dalam arti luas yaitu kegiatan memuat, membawa dan menurunkan atau membongkar barang.
    Pengangkutan dalam arti luas ini erat hubungannya dengan tanggung jawab pengangkut apabila terjadi peristiwa yang menimbulkan kerugian. Artinya tanggung jawab pengangkut mulai berjalan sejak penumpang atau barang dimuat dalam alat pengangkut sampai barang dibongkar dari alat pengangkut atau kemudian diserahkan kepada penerima.
    Tanggung jawab dapat diketahui dari kewajiban yang telah di dalam perjanjian atau undang-undang. Kewajiban pengangkutan adalah menyelenggarakan pengangkutan. Kewajiban ini mengikat sejak penumpang atau pengirim melunasi biaya angkut. Apabila  penumpang mengalami kecelakaan ketika naik alat pengangkut atau selama dangkut, atau ketika turun dari alat pengangkut bertanggung jawab membayar segala kerugian yang timbul akibat kecelakaan yang terjadi itu. Demikian juga halnya pada pengangkutan barang, pengangkut bertanggung jawab atas segala kerugian yang timbul akibat peristiwa yang terjadi dalam proses pengangkutan sejak pemuatan sampai pembongkaran barang ditempat tujuan. Beda dengan barang bawaan yang barang bawaan tersebut dapat diberikan ganti kerugiannya apabila terjadi masalah. Tetapi tanggung jawab pengangkut ini dibatasi oleh undang-undang.
    Dalam undang-undang ditentukan bahwa pengangkut bertanggung jawab terhadap segala kerugian yang timbul akibat kesalahan, kecuali :
a. Keadaan memaksa (force majeur)
b. Cacat barang itu sendiri
c. Kesalahan dan kelalaian pengirim atau pemilik barang.
    Menurut Purwostjipto perjanjian pengangkutan adalah perjanjian timbal balik antara pengangkut dengan pengirim. Dimana pihak pengangkut mengikatkan diri untuk menyelenggarakan pengangkutan barang atau dari satu tempat ke tempat tujuan tertentu dengan selamat, sedangkan pihak pengirim mengikatkan diri untuk membayar uang angkutan.
    Menurut R. Soekardono, bahwa perjanjian pengangkutan adalahsebuah perjanjian timbal balik, dimana pihak pengangkut mengikatkan diri untuk menyelenggarakan pengangkutan ke tempat tujuan tertentu, pihak lainnya (pengirim) berkewajiban untuk membayar biaya tertentu untuk pengangkutan.
    Kemudian ada kelompok yang menyatakan bahwa perjanjian pengangkutan suatu perjanjian untuk melakukan pekerjaan. Purwosutjipto berpendapat bahwa perjanjian pengangkutan adalah suatu perjanjian campuran, karena mempunyai unsur:
a. Pelayanan berkala (Pasal 1601 KUHPer)
b. Unsur penyimpanan, adanya penetapan dalam Pasal 468 ayat 1 KUHD
c. Unsur pemberian kuasa terdapat dalam Pasal 371 ayat 1 KUHD.

2. Hak dan Kewajiban Para Pihak
    Dalam setiap perjanjian, sudah tentu harus ada pihak-pihak yang  mengadakan perjanjian itu. Karena tanpa adanya pihak-pihak tersebut maka perjanjian pengangkutan, apabila tidak ada pihak yang mengadakan perjanjian maka perjajian pengangkutan tidak akan lahir. Sebagaimana yang telah diuraikan diatas bahwa perjanjian pengangkutan adalah suatu perjanjian timbal balik antara pengangkut dengan pengirim barang, dimana pihak pengangkut mengikatkan diri untuk membayar uang angkutan sebagaimana yang telah diperjanjikan sebelumnya.
    Dari pengertian diatas, dapat diketahui bahwa pihak-pihak dalam perjanjian pengangkutan adalah “pengangkut dan pengirim”. Pengangkut adalah orang yang mengikatkan diri untuk menyelenggarakan pengangkutan. Sedangkan pengirim adalah orang yang mengikatkan
dirinya untuk membayar uang angkutan sebagai imbaan jasa yang dilakukan
pihak.
    Dalam perjanjian pengangkutan ini adakalnya penerima bertindak sebagai pihak ketiga yang berkepentingan untuk itu, misalnya seseorang yang mau pindah ketempat lain maka yang bersangkutan perlu mengadakan perjanjian pengangkutan dengan pihak yang berkecimpung di dalam bidang pengangkutan untuk mengangkut barang-barang ke tempat yang dituju.
    Disini pemilik barang tersebut selain bertindak sebagai penerima, juga bertindak sebagai pengirim. Sedangkan kewajiban si pengirim barang adalah membayar uang angkutan sebesar yang telah diperjanjikan dalam surat muatan. Dan pembayar uang angkutan ini juga dapat dilakukan oleh si penerima apabila belum dibayar oleh si pengirim. Ini dapat di ketahui si penerima dalam surat muatan yang diterimanya, karena dalam surat muatan dicantumkan apakah uang angkutan sudah dibayar atau belum. Jika uang angkutan belum dibayar maka penerima berkewajiban untuk membayarnya sebagaimana yang ditentukan dalam surat muatan.
    Jadi dalam hal ini pihak penerima dapat menjadi pihak yang berkepentingan dalam perjanjian pengangkutan setelah ia menyatakan kehendaknya untuk menerima barang dan si penerima barang tersebut berkewajiban untuk membayar uang angkutan barang itu.
Dalam KUHD juga diatur mengenai hak dan kewajiban serta tanggung jawab dari pada pengangkut atau penyelenggara. Hak pengangkut atau penyelenggara pengangkutan yang ada dalam KUHD adalah:
1. Mendapatkan pembayaran atas prestasi yang dilakukan.
2. Pengangkut berhak atas suatu penggantian kerugian yang dideritakan karenakan surat menyurat yang diperlukan untuk pengangkut tersebut tidak diserahkan kepadanya sebagaimana mestinya.(Pasal 478 ayat 1 KUHD).
3. Pengangkut berhak menerima penggantian kerugian yang dideritanya karena pengiriman telah memberikan keterangan yang salah atau tidak lengkapnya tentang macam dan sifatnya barang tersebut, kecuali ia tahu sepatutnya mengetahui akan sifat dan macam-macam barang tersebut (Pasal 479 ayat 1 KUHD).
    Selain adanya hak pada si pengangkut atau penyelenggara, pengangkut juga mempunyai kewajiban dan tanggung jawab yang diatur dalam KUHD. Dimana kewajiban dan tanggung jawab pengangkut atau penyelenggaraan pengangkutan itu adalah:
1. Pengangkut wajib menjaga keselamatan barang yang diangkutnya mulai saat diterimanya hingga diserahkannya barang tersebut. (Pasal 468 ayat 1 KUHD).
2. Pengangkut wajib mengganti kerugian yang disebabkan karena barang barang tersebut seluruhnya atau sebagian tidak dapat diserahkan dan barang tersebut rusak kecuali apabila si pengangkut dapat membuktikan bahwa tidak diserahkannya barang atau kerusakan tersebut disebabkan oleh suatu malapetaka yang tidak dapat dicegah ataupun dihindarkan atau memang cacat tersebut adalah bawaan dari barang itu atau karena kesalahan dari si pengirim. (Pasal 468 ayat 2 KUHD).
3. Pengangkut wajib bertanggung jawab atas kerugian yang disebabkan karena keterlambatan penyerahan barang yang dikirimkan kecuali apabila si pengangkut dapat membuktikan bahwa keterlambatan tersebut disebabkan malapetaka yang tidak dapat dicegah ataupun dihindarkan. (Pasal 447 KUHD).

Rabu, 31 Mei 2023

Pengertian Hukum Pengangkutan


 

Pengertian Pengangkutan

    Kata “pengangkut” berasal dari kata dasar “angkut” yang memiliki arti mengangkat dan membawa. Dalam kamus hukum tertulis bahwa, pengangkutanadalah timbal balik antara pengangkut dam pengirim, dimana pengangkut mengikatkan diri untuk melakukan pengangkutan barang dan/atau orang darisuatu ke tempat ke tempat tujuan tertentu dengan selamat, sedangkan pengirim memngikatkan diri untuk membayar ongkos angkutan.
    Dalam hal pengangkutan barang, pengangkutan dapat diartikannya yaitu memindahkan barang-barang produksi dan barang perdagangan ke tempat konsumen dan sebaliknya bagi para produsen pengangkutan barang pengangkut barang memungkinkan mereka memperoleh bahan-bahan yang mereka perlukan untuk memproduksi barang.
    Mengenai definisi pengangkutan secara umum dalam Kitab UndangUndang Hukum Dagang (KUHD) tidak ada, yang ada hanya mengani pengangkutan laut yang dinyatakan dalam Pasal 466 KUHD dikatakan bahwa :“Pengangkutan dalam artian bab ini adalah barang siapa yang baik dengan perjanjian carter menurut waktu atau carter menurut perjalanan, baik dengan perjanjian lainnya mengikatkan untuk menyelenggarakan pengangkutan barang yang seluruhnya barang yang seluruhnya barang atau sebagian melalui lautan”.
    Kemudian dalam Pasal 521 KUHD menyatakan: “Pengangkutan dalam artian bab ini adalah barang siapa yang baik dengan carter menurut waktu atau carter menurut perjalanan baik dengan perjanjian lain mengikatkan dirinya untuk menyelenggarakan pengangkutan orang (penumpang) seluruhnya atau
sebagian melalui lautan”. Pelaksanaan pengangkutan ini haruslah ada persetujuan terlebih dahulu
dan ada kesepakatan diantara pihak yang bersangkutan, dan tidak terlepas dengan syarat-syarat perjanjian yang ada dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPer).
    Menurut Sution Usman Adji, bahwa pengangkutan adalah : “Sebuah perjanjian timbal balik, dimana pihak pengangkutan mengikatkan diri untuk menyelenggarakan pengangkutan barang atau orang dari tempat tujuan tertentu, sedangkan pihak lainnya berkeharusan memberikan pembayaran biaya tertentu
untuk pengangkutan tersebut”.
    Sebelum pengangkutan dilaksanakan pada umumnya terjadi suatu perjanjian antara pihak pengangkut dengan pihak pengirim barang. Perjanjian pengangkutan pada pembahasan ini adalah perjanjian pengangkutan darat dengan menggunakan kendaraan bermotor berupa bus yang pada dasarnya sama
dengan perjanjian pada umumnya. Artinya untuk sahnya suatu perjanjian haruslah memenuhi syarat-syarat yang diatur dalam Pasal 1320 KUHPerdata tentang mengikatnya suatu perjanjian. Menurut Pasal 1320 KUHPerdata syarat sahnya suatu perjanjian adalah :
a. Kesepakatan mereka yang mengikatkan diri.
b. Kecakapan untuk membuat suatu perjanjian.
c. Suatu hal tertentu.
d. Suatu sebab yang halal.
Kemudian Pasal 1388 KUHPerdata menyatakan :
1. Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya.
2. Perjanjian-perjanjian itu tidak dapat ditarik kembali selain dengan sepakat kedua belah pihak.
3. Perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik. Pihak-pihak yang mengadakan perjanjian disini adalah pihak pengangkut dengan pengirim barang, jadi dapat dikatakan perjanjian pengangkutan pada
dasarnya sama dengan perjanjian pada umumnya, dimana ketentuan dasarnya seperti yang telah disebutkan di atas.
    Dapat disimpulkan bahwa pengangkutan adalah perjanjian pengangkuta yang dilakukan berupa perjanjian pengangkutan dan perjanjian pengangkutan pada umumnya yang bersifat tidak tetap atau disebut dengan pelayanan berkala. Artinya dalam melaksanakan perjanjian pengangkutan tidak terus menerus tetapi hanya kadangkala, jika pengirim membutuhkan pengangkutan untuk mengirim barang. Perjanjian yang bersifat pelayanan berkala ini terdapat pada pasal 1601 KUHPerdata yaitu pada bagian ketentuan umum.

Jenis-jenis Pengangkutan
    Pengangkutan sebagai sarana untuk mempermudah sampainya seseorang atau barang disuatu tempat dan dilakukan dengan berbagai cara dan dengan menempuh perjalanan yang berbeda. Ada yang melalui darat, laut, udara. Dimana pengangkut berfungsi untuk memindahkan barang atau orang dari suatu tempat ke tempat lain dengan maksud meningkatkan daya guna adan nilai dari barang tersebut. Dimana pengangkutan yang sering digunakan di dalam dunia pengangkutan terbagi atas 3 jenis pengangkutan yaitu:
1. Pengangkutan Darat
2. Pengangkutan Udara
3. Pengangkutan di Perairan.
    Transportasi atau pengangkutan dapat dikelompokan menurut macam atau jenisnya yang dapat ditinjau dari segi barang yang diangkut, dari segi geografis transportasi itu berlangsung, dari sudut teknis serta sudut alat angkutannya. Secara rinci klasifikasi transportasi sebagai berikut : Dari segi yang diangkut, transportasi meliputi:
1. Angkutan penumpang (passanger)
2. Angkutan barang (goods)
    Pengangkutan darat mempunyai ruang lingkup yang luas seperti angkutan yang dilakukan pada jalan raya serta rel kereta api. Dalam undang-undang No.3 tahun 1965 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Raya tidak ada pengaturan hak dan kewajiban mengenai pengangkutan barang maupun penumpang.

Objek dan Pihak Dalam Pengangkutan
Sebagaimana yang telah diuraikan pada uraian sebelumnya bahwa pengangkutan adalah perjanjian timbal balik pengangkut dengan pengirim, dimana pengangkut mengikatkan diri untuk menyelenggarakan pengangkutan barang atau orang dari suatu tempat ke tempat tujuan tertentu dengan selamat, sedangkan pihak pengirim mengikatkan diri untuk membayar angkutan.
Agar terlaksananya pengangkutan tersebut dengan baik sesuai dengan tujuannya, maka dilaksanakan pengangkutan yang diadakan perjanjian antara pihak pengangkut dengan pihak pengirim barang. Dimana objek pengangkutan antara lain:
a. Pengangkutan Barang
Dalam pengangkutan barang yang menjadi objek pengangkutan adalah “barang”. Barang yang dimaksud adalah barang yang sah dan dilindungi oleh undang-undang.
b. Pengangkutan Orang
Berbeda dengan pengangkutan barang, yang menjadi objek dalam perjanjian pengangkutan adalah “orang”. Dalam hal perjanjian pengangkutan orang penyerahan kepada pengangkut tidak ada. Wiwoho Soedjono menjelaskn bahwa di dalam pengangkutan di laut terutama mengenai pengangkutan barang, maka perlu diperhatikan adanya tiga unsur yaitu : pihak pengirim, pihak penerima barang dan barang itu
sendiri.
Perjanjian pengangkutan barang pihak yang terkait bisa terdiri dari:
  1. Pihak pengangkut (penyedia jasa pengangkutan), yaitu pihak yang berkewajiban memberikan pelayanan jasa angkutan, barang dan berhak atas penerimaan pembayaran seperti yang diperjanjikan.
  2. Pihak pengirim barang (pengguna jasa angkutan), yaitu pihak yang berkewajiban untuk membayar ongkos angkutan sesuai yang telah disepakati dan berhak memperoleh jasa pelayanan angkutan atas barang yang dikirim.
  3. Pihak penerima barang (pengguna jasa angkutan), sama dengan pihak pengirim namun ada kalanya pihak pengirim barang juga sebagai pihak penerima barang yang diangkut ketempat tujuan.

Minggu, 28 Mei 2023

TEORI NEGARA BERHAK MENGHUKUM SESEORANG

1.    Apa sajakah teori-teori pendukung alasannya Negara berhak untuk menghukum seseorang ?

2.    Bagaimana dasar mengikatnya hukum sehingga Negara dapat menghukum seseorang ?


Kedaulatan berasal dari kata bahasa Latin superanus (sovereignty dalam bahasa Inggris) yang berarti "yang teratas". Sebuah negara dikatakan berdaulat atau sovereign karena kedaulatan membuat negara memiliki kekuasaan tertinggi.
Kendati kedaulatan secara sederhana memiliki arti kekuasaan tertinggi, negara juga punya batas-batas kekuasaan. Ruang kekuasaan tertinggi negara terbatas pada batas wilayah negaranya. Kekuasaan tertinggi tersebut juga berakhir dengan munculnya kekuasaan tertinggi di negara lain.
Dengan demikian, kedaulatan negara terbatas dengan adanya kedaulatan negara lain. Paham kedaulatan tidak bertentangan dengan adanya suatu masyarakat internasional yang terdiri atas negara-negara berdaulat. Alih-alih, kedaulatan justru kelak melahirkan paham kemerdekaan dan persamaan derajat.

Makna Suatu Negara Memiliki Kedaulatan :
1. Merdeka dan Memiliki Persamaan Derajat
Makna suatu negara memiliki kedaulatan yaitu bahwa negara yang berdaulat merupakan negara merdeka, bebas dari yang lainnya, dan memiliki persamaan derajat. Dengan demikian, kedaulatan, kemerdekaan, dan persamaan derajat tidak bertentangan satu sama lain.

2. Pembatasan dari Kedaulatan Negara Lain
Kemerdekaan dan persamaan derajat merupakan perwujudan kedaulatan dalam sebuah negara. Paham ini tidak bertentangan dengan konsep masyarakat internasional yang diatur dalam hukum internasional. Sehingga, pembatasan kedaulatan suatu negara terletak pada adanya kedaulatan negara lain.
3. Tunduk pada Kebutuhan Pergaulan Masyarakat Internasional
Pembatasan terhadap kedaulatan negara terletak dalam hukum internasional yang mengatur kehidupan masyarakat antarnegara atau masyarakat internasional. Tunduknya suatu negara yang berdaulat pada kebutuhan pergaulan masyarakat internasional merupakan syarat mutlak terciptanya suatu masyarakat yang teratur.
Hukum internasional juga mengatur hubungan antarnegara yang berdaulat. Berdasarkan hal tersebut, kehidupan suatu masyarakat internasional yang teratur hanya mungkin terjadi dengan adanya hukum internasional.
Nah, jadi makna suatu negara memiliki kedaulatan di antaranya yaitu merdeka dan memiliki persamaan derajat dengan negara-negara merdeka lainnya.

 

 A.    Teori-Teori perihal Sebab Negara Berhak untuk Menghukum Seseorang

Terdapat beberapa teori yang memaparkan penjelasan, diataranya :

 1.   Teori Kedaulatan Tuhan 

Teori ini dikenal pada abad 19, penganutnya diantaranya Friedrich Julius Stahl menyatakan bahwa “Negara yakni tubuh yang mewakili Tuhan di dunia yang memiliki kekuasaan penuh untuk menyelenggarakan ketertiban hukum di dunia. Para pelanggar ketertiban itu perlu mendapatkan eksekusi supaya ketertiban hukum tetap terjamin.” 

Orang dapat dieksekusi alasannya adalah beliau dapat dieksekusi alasannya adalah dia mampu merusak dan membahayakan serta meruntuhkan sendi-sendi kehidupan penduduk . Negara ini merealisasikan ketertiban aturan di dunia sehingga berhak menghukum bagi pelanggar aturan. 

 2.    Teori Perjanjian Masyarakat

Teori ini menjajal menjawab pertanyaan tersebut dengan mengemukakan :

–     Otoritas negara yang bersifat monopoli itu pada kehendak insan itu sendiri yang menginginkan adanya kedamaian dan ketentraman di masyarakat. Orang mampu dihukum karena memiliki otoritas Negara yang bersifat monopoli pada kehendak masyarakat itu yang melanggar kedamaian seta kenyamanan dalam masyarakat.

–    Mereka berjanji akan menaati segala ketentuan yang dibuat Negara dan di lain pihak bersedia pula untuk memperoleh hukuman jika dipandang tingkah lakunya akan berakibat terganggunya ketertiban dalam masyarakat. Mereka sudah menunjukkan kuasa kepada Negara untuk membentuk peraturan menghukum seseorang yang melanggar ketertiban dan kedamaian. Sebagai konsekuensinya maka rakyat berjanji untuk menaati dan bersedia mendapatkan hukuman tersebut jika melanggar.


 3.    Teori Kedaulatan Negara 

Penganut –penganut teori kedaulatan Negara mengemukakan pendirian yang lebih keras alasannya negaralah yang berdaulat maka cuma Negara itu sendiri yang bergerak menghukum seseorang yang mencoba mengganggu ketertiban dalam masyarakat. Negaralah yang menciptakan hukum, jadi segala sesuatu harus tunduk pada Negara. Negara disini dianggap selaku sebuah keutuhan yang membuat peraturan-peraturan hukum. Makara, adanya hukum itu karena adanya Negara, dan tidak ada satu hukum pun yang berlaku jika tidak diharapkan oleh Negara. 

Hak Negara menjatuhkan eksekusi didasari aliran bahwa Negara mempunyai tugas berat adalah berusaha merealisasikan segala tujuan yang menjadi keinginan dan impian seluruh warganya dengan jalan memperlihatkan eksekusi pada pelaku kejahatan (offender). Orang dapat dihukum alasannya negaralah yang berdaulat sehingga cuma Negara itu sendiri yang berhak menghukum seseorang yang melanggar ketertiban dalam penduduk .

  Negara dianggap selaku sesuatu yang menciptakan peraturan-praturan aturan. Hanya Negara yang berdaulat dan berkuasa untuk membentuk hukum. Adanya dan berlakunya hukum karena dikehendakinya Negara sehingga Negara berhak memberi eksekusi. 

Dalam kaitan hukuman, aturan ciptaan Negara itu yakni aturan pidana.Hukum ciptaan Negara berupa aturan pidana, dengan 3 teori :

–    Teori klasik (beccaria) untuk melindungi individu dari kesewenang-wenangan penguasa;

–    Teori terbaru untuk melindungi masyarakat dari kejahatan; 

–    Teori jalan tengah untuk melidungi dari tindakan sewenang-wenangan penguasa dan melidungi penduduk .

 

Walaupun terdapat banyak sekali teori seperti tersebut di atas, bahwasanya hak Negara yanitu untuk menghukum seseorang didasari oleh fatwa bahwa Negara mempunyai peran berat yaitu berupaya mewujudkan segala tujuan yang menjadi impian dan harapan seluruh warganya. Usaha-perjuangan yang berupa kendala-hambatan , penyimpangan-penyimpangan terhadap perwujudan tujuan tadi patut dicegah dengan memberikan hukumam kepada pelakunya. Hanya dengan cara demikian Negara dapat melakukan tujuannya sebagaimana mestinya. 

Setelah itu, ada pula diketahui dengan teori pembenaran aturan negara yakni teori pembenaran hukum ketimbang negara atau teori penghalalan langkah-langkah penguasa atau Rechtsvaardiging theorieen yang membicarakan wacana dasar-dasar negara yang dijadikan argumentasi-alasan sehingga langkah-langkah penguasa / negara dapat dibenarkan. Secara konkret bahwa negara memiliki kekuasaan, adapun teorinya adalah :

1. Teori negara dari sudut Ketuhanan

Teori ini berasumsi langkah-langkah penguasa / negara itu selalu benar sebab didasarkan negara itu diciptakan oleh Tuhan. Tuhan membuat negara ada secara pribadi adalah penguasa itu berkuasa alasannya adalah mendapatkan wahyu dari Allah dan Tuhan membuat negara secara tidak pribadi ialah penguasa berhak sebab kodrat Tuhan (Azhari 1983:15). 

Akan tepai bagaimana pun juga semua kekuasaan itu pada hakikatnya yakni terjadi karena kehendak dari kekuasaan Tuhan. Penadanya pertempuran, penyerbuan, dan penaklukkandi antar pihak, semua itu diputuskan oleh kenyataan bahwa mesti terjadi karena kehendak Tuhan. 

   
2. Pembenaran negara dari sudut kekuatan

Siapa yang berkemampuan mempunyai kekuatan maka mereka akan mendapat kekuasaan dan memegang tampuk pemerintahan. Kekuatan itu mencakup kekuatan jasmani, kekuatan rohani, kekuatan materi maupun kekuatan politik.

Menurut teori evolusi Charles Darwin bahwa kehidupan semesta ini diliputi oleh serba perjuangan untuk mempertahankan masing-masing. Yang berpengaruh akan menindas yang lemah, maka seluruhnya berusaha untuk menjadi berpengaruh dan unggul dalam perjuangan. Setiap usaha mesti senantiasa berupaya menambah kekuatan dan kemampuannya semoga tetap berkuasa. 

Dalam kondisi itulah terjadi evolusi , terjadi proses pergantian dan kemajuan yang terus –menerus yang dibawakan oleh adaptasi diri pada keadaan usaha hidup. Tokoh lain yang menyatakan bahwa Negara itu timbul dari penyerbuan dan penaklukan yakni Franz Oppenheimer mirip dikemukakan dalam bukunya “DerStaat”, menurutnya Negara adalah sebuah susunan penduduk yang oleh kelompok yang menang dipaksakan terhadap kelompok yang ditaklukkan dengan maksud untuk mengontrol kekuatan kekuasaan kelompok yang satu atas golongan lainnya dan melindungi terhadap bahaya pihak lain.  

3. Pembenaran negara dari sudut hukum

Dalam teori ini bahwa langkah-langkah negara pemerintah itu dibenarkan didasarkan kepada hukum. Terdiri lagi atas :

1. Teori Hukum Keluarga (Patriarchal)

Teori ini berdasarkan hukum keluarga , zaman dulu ketika masyarakat masih sangat sederhana dan pada waktu Negara belum ada, penduduk itu hidup dalam kesatuan-kesatuan keluarga besar yang dipimpin oleh seorang kepala keluarga. 

Tentunya yang diangkat selaku kepala keluarga adalah orang yang berpengaruh yang berjasa, dan bijaksana dalam perilaku bagi keluarganya. Dalam bahasa abnormal seorang kepala keluarga itu merupakan primus interparis artinya seorang yang pertama diantara yang sama alasannya sifat-sifatnya yang lebih itu, maka dia menjadi orang yang dipuja-puja.

  Kejadian-peristiwa yang terjadi dalam lingkup penduduk mengakibatkan masyarakat kian besar dibandingkan dengan kesatuan-kesatuan keluarga disebabkan alasannya penaklukan yang dilaksanakan oleh kepala keluarga yang yang lain. Kejadian ini menyebakan keluarga itu menjadi lebih besar daripada semula akan namun kedudukan kepala keluarga itu sendiri menajdi berpengaruh dan disebut sebaga raja yang berkuasa.

2. Teori Hukum Kebendaan (Patriminila)

Teori ini memiliki arti hak milik, oleh karena itu raja memiliki hakmiliki terhadap darahnya maka semua penduduk di daeahnya itu mesti tunduk kepadanya. Contoh dari Negara pada era pertengahan dimana hak untuk memerintah dan menguasai timbul dari pada sumbangan tanah. Dalam keadaan perang telah menjadi kebiasaan bahwa raja-raja mendapatkan derma dari kaum bangsawan untuk mempertahankan negaranya dari serangan-serangan lawan dari luar. 

Jika perang telah rampung dengan kemenangan si raja, maka selaku tanda jasa para bangasawan yang ikut membela dan membantunya menerima sebidang tanah sebagai hadiah. Dari pemberiannya itu kepada para darah biru maka berpindah semua hak atas tanah itu terhadap para bangsawan sehingga para ningrat menerima hak untuk memerintah (overheidsrechten) kepada semua yang ada di atas tanah itu.  

3. Teori Perjanjian 

Dikemukakan oleh Thomas Hobbes, John Locke, Jean Jacque Rousseau. Ketiganya hendak mengembalikan kekuasaan raja dalam status naturalis kepada status civil lewat persetujuanmasyarakatnya yang memindahkan manusia dalam status naturalis ke arah status civilis. Dari perjanjian masyarakat itu berate tiap-tiap orang melepaskan dan menyerahkan semua haknya kepada kesatuannya yaitu masyarakat. Jadi sebagaia akhir diselenggarakannya perjanjian penduduk adalah :

–    Terciptanya kemauan umum (volonte generale) yaitu kesatuan daripada kemauan orang-orang yang sudah mengadakan perjanjian masyarakat tadi, inilah yang merupakan kekuasaan tertinggi ialah kedaulatan.

–    Terbentuknya penduduk atau gemeinschaft ialah kesatuan daripada orang-orang yang mengadakan perjanjian penduduk tadi. Masyarakat inilah yang memilki kemauan umum adalah suatau kekuasaan tertinggi atau kedaulatan yang tidak dapat dilepaskan. Oleh alasannya adalah itu kekuasaan yang tertinggi tadi, atau kedaulatan disebut kedaulatan rakyat.

Jadi dengan perjanjian penduduk sudah diciptakan negara, ini mempunyai arti telah terjadi dari suatu peralihan dari kondisi alam bebas ke keadaan bernegara. Karena peralihan ini naluri insan sudah diganti dengan keadilan atau tindakan yang mengandung kesusilaan, dan gati sebagaibkemerdekaan alamiah serta  keleluasaan tanpa batas atau  keleluasaan alamiah. Mereka kini telah mendapatkan kemerdekaan yang dibatasi oleh kemampuan umum yang dimiliki oleh penduduk sebagai kekuasaan tertinggi.

4. Pembenaran negara dari sudut lainnya

`    Teori ethis/teori Etika

Menurut teori ini maka negara itu ada alasannya adalah suatu keharusan susila, ada 3 usulan yakni :

a.Pendapat Plato dan Aristoteles

Mereka mengatakan bahwa manusia tidak akan ada arti kalau manusia itu belum bernegara. Negara ialah hal yang mutlak, tanpa negara maka tidak ada manusia, dengan demikian segala tindakan negara dibenarkan.

b.Pendapat Immanuel Kant

Beliau beropini bahwa tanpa adanya negara, insan itu tidak mampu tunduk pada aturan-aturan yang dikeluarkan. Menurut Knat, negara adalah ikatan-ikatan insan yang tunduk pada hukum karenanya negara tadi dibenarkan.

c. Pendapat Wolf

Beliau beropini bahwa kewajiban membentuk negara ialah keharusan moral yang tertinggi. Pendapat ini sukar dijelaskan secara ilmiah alasannya adalah teorinya berpangkal pada filsafat.

*Teori Absolut dari Hegel

Menurut Hegel maka manusia itu tujuannya untuk kembali pada keinginan yang diktatorial dan penjelmaan dibandingkan dengan keinginan yang otoriter dari manusia itu adalah negara. Tindakan dari negara itu dibenarkan alasannya negara yang dicita-citakan oleh manusia – insan itu tadi.

*Teori Psychologis 

Teori ini mengatakan bahwa  argumentasi pembenaran negarab itu ialah menurut pada bagian psychologis insan, contohnya dikarenakan rasa takut, rasa kasih sayang dan lain-lainnya, dengan demikian langkah-langkah negara tadi dibenarkan (Padmo Wahjono).

 

B.    Dasar Mengikatnya Hukum sehingga Negara dapat / berhak Menghukum Seseorang

Menurut G.S. Diponolo menulis dalam bukunya Ilmu Negara, jilid 1 “ pada hemat kita negara itu yaitu suatu organisasi kekuasaan yang berdaulat yang dengan tata pemerintahan melakukan tata tertib atas sebuah umat di sebuah daerah tertentu. Bagaimana bentuk dan coraknya , negara selalu ialah organisasi kekuasaan. Organisasi kekuasaan ini senantiasa memiliki tata pemerintahan. Dan tata pemerintahn ini senantiasa melakukan tata tertib atas suatu umat di daerah tetentu.”

    Tujuan negara sangat penting untuk dipelajari sebab berkat tujuan negara, organ atau tubuh kenegaraan itu dibentuk. Namun akhir dan tujuan negara bermacam-macam , tergantung pada kawasan, dan sifat kekuasaan penguasa, maka sulit dirumuskan dalam suatu pemahaman yang jeas dan berlaku umum. Negara itu dibentuk untuk meraih tujuan tetentu, tujuan negara itu cuma akan tercapai jikalau fungsi negara dapat terealisasi. Dengan kata lain, pelaksanaan fungsi -fungsi itulah neagra berupaya mencapai maksudnya. Oleh karena itu, antara tujuan dan fungsi merupakan 2 hal yang sungguh bersahabat relevansinya yang pantas dibicarakan. 

    Tujuan negara untuk tiap negara pada umumnya adapat diketahui dari Undang-Undang dasar atau konstitusinya. Di negara Indonesia, tujuan negara terdapat pada Undang-Undang Dasar 1945 pada pembukaan alinea 4 :

1. Melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia;

2. Memajukan kemakmuran biasa ;

3. Mencerdaskan kehidupan bangsa;

4. Ikut melakukan ketertiban dunia, berdasarkan kemerdekaan , perdamaian kekal dan keadilan sosial yang seluruhnya berlandaskan pada Pancasila.       
   
Sedangkan fungsi mutlak secara biasa dari Negara yakni :

a.    Melaksanakan penertiabn (law and order) untuk meraih tujuan bareng dan mencegah bentrokan-bentrokan dalam masyarakat, maka negara harus melaksanakan penertiban. Dapat dikatakan bahwa Negara bertindak sebagai stabilisator.

b.    Mengusahakan kesejahteraan dan kesejahteraan rakyatnya. Dewasa ini fungsi ini merupakan sungguh penting atau berperan terutama bagi Negara – Negara gres. Pandangan ini di Indonesia tercermin dalam upaya atau perjuangan pemerintah untuk membangun melalui sebuah rentetan kenyataan.
c.    Pertahanan dalam hal ini diperlukan untuk mempertahankan kemungkinan serangan dari luar, untuk itu Negara dilengkapi oleh alat – alat pertahanan.

d.    Menegakkan keadilan, dalam hal ini dilakukan melalui tubuh badan pengadilan.

Adapun berdasarkan Charles E. Merriam menyebutkan 5 fungsi Negara yakni :

•   Keamanan ektern
•    Ketertiban intern
•    Keadilan
•    Kesejahteraan umum
•    Kebebasan

    Keseluruhan fungsi Negara di atas diselenggarakan oleh pemerintah untuk meraih tujuan yang sudah ditetapkan secara bareng . Adapun korelasi antara Negara selaku dasar mengikatnya aturan bagi Negara yang dapat menghukum seseorang terkait dengan wewenang Negara untuk menghukum warganya yang melanggar hukum, yang mampu menjadikan goncangan, ancaman dalam masyarakat, serta meruntuhkan sendi-sendi kehidupan masyarakat. 

Membahas tentang dasar kekuatan mengikat dari hukum sebabnya Negara berhak menghukum seseorang , disini Negara mempunyai peran berat adalah mewujudkan impian bangsa sehingga Negara akan member hukuman pada siapapun yang menghalangi perjuangan meraih keinginan tadi. Karena Negara yang mempunyai kedaulatan, maka cuma Negara itu sendiri yang berhak menghukum seseorang yang menjajal mengusik ketertiban dalam masyarakat . 

Negara yang menciptakan aturan jadi segala sesuatu harus tunduk pada negara. Adanya aturan sebab adanya Negara , hukum sendiri bergotong-royong juga kekuasaan. Dalam kaitannya Van Aveldoorn membagi :
–    Hukum objektif – kekuasaan yang bersifat menertibkan
–    Hukum subjektif – kekuasaan yang dikelola oleh aturan objektif

Hukum ialah salah satu sumber kekuasaan dan merupakan pembatas kekuasaan guna menghindari penyalahgunaan kekuasaan (abuse of power).

    Dalam hubungan ini tersimpul kekuasaan untuk dipergunakan oleh Negara yang memiliki arti bahwa setiap orang dialrang untuk mengambil tindakan sendiri dalam menuntaskan tindak pidana . Hak Negara dalam arti objektif adalah sejumlah peraturan yang mengandung larangan –larangan atau keharusan-keharusan dimana terhadap pelanggarnya diancam dengan hukuman. Sedangkan Hak-hak Negara untuk menghukum seseorang dalam arti subjektif (Ius Poeniendi) ialah sejumlah hukum yang mengatur hak Negara untuk menghukum seseorang yang melaksanakan tindakan yang dilarang. Hak untuk menghukum sendiri terdiri atas :

–    Hak untuk mengancam perbuatan dengan eksekusi. Hak ini utamanya terletak pada Negara.
–    Hak untuk menjatuhkan hukuman, yang juga ditaruh pada alat-alat kelengkapan Negara.
–    Hak untuk melaksanakan hukuman, yang juga ditaruh pada alatalat kelengkapan Negara

     Hubungan antara ius poenali dan ius poniendi adalah ius poniendi adah hak Negara untuk menghukum yang berstandar pada ius poenale sehingga hak untuk menghukum itu baru timbul setelah di dalam ius poenale diputuskan tindakan yang dapat dihukum. Jelaslah dengan ini bahwa Negara tidak dapat memakai haknya itu dengan otoriter sebab dibatasi oleh ius poenale. 

    Berdasarkan uraian diatas maka terperinci bahwa hak Negara untuk memidanakan atau menjatuhkan hukuman haruslah menurut aturan pidana materiil dan adanya hukum pidana formil adalah memungkinkan berlakunya hukum pidana secara benar dan tidak absolut. Negara berdasarkan rule of law dihentikan cuma mempunyai KUHAP yang menjamin hak-hak asasi manusia belaka namun harus juga mempunyai KUHP yang tidak boleh bertentangan dengan prinsip rule of law (prinsip asas Negara aturan).


Hukum Dagang : pengertian, sejarah, sumber hukum, dan ruang lingkupnya

Pengertian Hukum Dagang      Hukum Dagang adalah cabang hukum yang mengatur aktivitas bisnis dan perdagangan antara individu, perusahaan, d...